Mahasiswa baru, apa yang kau buru?

KuliahCinta

Sebagai mahasiswa baru (baik tingkat diploma, sarjana, maupun pascasarjana), kita akan segera menjumpai banyak perbedaan antara perguruan tinggi kita kini dan sekolah terdahulu. Semakin cepat kita pahami perubahan ini, semakin cepat kita bisa menyesuaikan diri dengannya.

Standar Akademik Yang Baru

Dulu ketika di SMA Negeri 4 Surakarta, aku "berlangganan" nilai 9 pada pelajaran Matematika. Namun saat berkuliah di jurusan Fisika (UGM), justru matematikalah yang menjadi kendala terbesarku. Nilaiku pada Matematika Dasar ternyata hancur. Cuma dapat D. Padahal, matakuliah ini merupakan landasan bagi hampir semua matakuliah lainnya. Entah mengapa aku seperti kehilangan bakat matematika. Yang pasti, standar akademiknya berbeda. Tentu dibutuhkan cara belajar yang berbeda pula.

Begitu memasuki dunia perguruan tinggi, kita perlu belajar lebih keras dan lebih cerdas. Para dosen biasanya menyajikan materi yang lebih banyak dan lebih cepat. Tes ulangannya mungkin lebih sedikit, tetapi penilaiannya lebih ketat. Dibandingkan dengan sekolah terdahulu, kita harus lebih banyak membaca, menulis, memecahkan soal, dan mengingat-ingat. Boleh jadi akan lebih sulit mendapat nilai sempurna di setiap matakuliah.

Tingkat Kemandirian Yang Baru

Memang, tingkat kemandirian yang baru ini memberi kita lebih banyak kebebasan. Namun kalau kita bersantai-santai saja dan terlena oleh kebebasan itu, maka jangan kaget bila kita terlindas oleh waktu. Tahu-tahu, batas masa penyelesaian tugas sudah tiba. Tahu-tahu, waktu ujian sudah dekat. Tahu-tahu, batas masa studi sudah mau habis. Padahal, kita tidak ingin DO, bukan?

Para dosen cenderung memberi pedoman lebih sedikit tentang bagaimana menempuh studi. Kita mungkin takkan diingatkan tentang kapan tugas diserahkan dan kapan tes dilangsungkan. Belajar semalam saja sebelum tes barangkali takkan memadai. Dan segala yang dikatakan di kelas atau terdapat di bacaan referensi wajib mungkin muncul di ujian. Makanya, tak usah menunda-nunda sampai menit terakhir. Kita harus bertanggung jawab menyelesaikan segala tugas pada semua matakuliah yang kita ikuti.

Perbedaan Gaya Mengajar

Di sekolah menengah, hampir semua guru kita adalah sarjana (atau lulusan diploma) di bidang pendidikan. Mereka sudah terlatih untuk mengajar kita. Mereka pun menaruh perhatian besar pada metode pengajaran yang memudahkan para murid untuk memahami materi yang mereka pelajari. Namun tidaklah demikian gaya mengajar di perguruan tinggi.

Para dosen biasanya lebih asyik mendalami bidang keahlian mereka. Hampir semuanya tidak pernah berkuliah dalam ilmu pendidikan. Mereka pun kurang tertarik pada bagaimana cara mengajar. Sebagian dosen lebih terfokus pada penelitian dan aktivitas ilmiah lainnya daripada pengajaran.

Lembaga Studi Yang Lebih Besar

Daripada di sekolah menengah, program studi di perguruan tinggi jauh lebih banyak. Kurikulumnya lebih fleksibel. Matakuliahnya lebih banyak. Bahkan, sebagian besar merupakan matakuliah pilihan. Kita bisa memilih sesuai dengan selera dan kemampuan kita. Asyik, 'kan?

Kegiatan selain belajar di kelas pun pun lebih bervariasi. Fasilitasnya lebih beraneka-macam. Ukuran kampusnya jauh lebih luas. (Berbeda dengan sekolah menengah yang biasanya hanya seluas lapangan sepakbola, kampus perguruan tinggi bisa seluas bandara atau bahkan seluas kota!) Apakah kita mau memanfaatkan berbagai fasilitas itu atau menyia-nyiakannya?

Lingkungan Sosial Yang Lebih Beragam

Jumlah peserta didik di perguruan tinggimu kini mungkin ratusan atau ribuan lebih banyak daripada murid sekolahmu terdahulu. Keragamannya pun bisa mengejutkan dirimu.

Di sekolah menengah, peserta didiknya biasanya hanya dari kawasan sekitar. Kalau pun dari luar daerah, paling-paling jaraknya hanya beberapa kilometer.

Lain halnya dengan perguruan tinggi. Kebanyakan peserta didiknya dari luar daerah. Tidak sedikit yang dari luar pulau. Bahkan mungkin ada pula yang dari luar negeri.

Pergaulan Yang Lebih Bebas

Daripada di jenjang pendidikan terdahulu, pengawasan dari orangtua kita lebih longgar. Sedangkan pengawasan dari dosen terhadap pergaulan kita nyaris tidak ada. Jadi, kita bisa bergaul dengan lebih bebas.

Bagaimana kita menyikapi kebebasan itu, termasuk di dunia cinta? Mau mengumbar nafsu dengan free sex ataukah memanfaatkan kelonggaran itu sebagai peluang untuk menjadi manusia yang lebih bermartabat? Apa pun sikap kita selaku mahasiswa, kita mesti senantiasa ingat tujuan kita dalam menempuh studi di perguruan tinggi. Oke?

Selamat datang mahasiswa baruSingkatnya, wahai mahasiswa baru, kini dikau jauh lebih bertanggung jawab atas pengembangan dirimu sendiri. Kau bebas untuk menetapkan tujuan hidupmu sendiri, merambah berbagai pola pikir alternatif, mengubah kebiasaan, dan memperluas lingkungan pergaulan.

Selamat datang di dunia baru!

*Saduran panjang-lebar dari buku Dave Ellis, Becoming a Master Student, Edisi Ke-13 (Boston, USA: Wadsworth, 2011), hlm. 9.

**Artikel berikutnya tentang studi direncanakan mengenai kebebasan seksual mahasiswa.

© 2012 M Shodiq Mustika. Boleh membajak isi Kuliah Cinta kalau diizinkan oleh ahli waris pemilik hak cipta.